dilansir
dari detik.inet
Jakarta
- Orang Indonesia ternyata lebih lengket dengan smartphone ketimbang menonton
TV maupun radio. Dalam catatan lembaga riset GfK, tercatat 61% warga di kota
Jakarta, Bodetabek, Bandung, Semarang, dan Surabaya, memiliki ponsel pintar.
Rata-rata
pemakaian smartphone mereka 5,5 jam per hari dan puncaknya terjadi pada malam
hari. Kebiasaan menggunakan smartphone malah lebih lama dibandingkan saat
mereka melihat televisi yang cuma menghabiskan 4 jam per hari, dan mendengarkan
radio sekitar 60 menit saja.
Kondisi
ini menjadi tantangan tersendiri bagi sejumlah perusahaan khususnya di bidang
teknologi informasi komunikasi (ICT), fast moving consumer good (FMCG), dan
elektronik untuk memantau perilaku konsumen.
"Kondisi
sekarang berbeda dengan 10-15 tahun lalu, terutama untuk mengetahui perilaku
konsumen,” ujar Guntur Sanjoyo, Managing Director GfK Indonesia, dalam email
yang diterima detikINET, Rabu (23/9/2015).
Media
di masa lalu dengan mudah didefinisikan melalui perangkat yang mereka
tampilkan. Program televisi hanya muncul di media TV, sedangkan berita dan
artikel di majalah hanya muncul dalam bentuk media cetak. Namun, sekarang
seiring dengan perkembangan internet dan connected device kini program TV dan
majalah juga bisa dilihat melalui laptop, tablet dan ponsel.
Karena
itu, kata Guntur dengan pertumbuhan konektivitas internet yang tinggi terutama
di kelas menengah di Indonesia telah menciptakan kebutuhan yang besar akan data
berkualitas tinggi untuk memahami perilaku konsumen lokal yang kompleks dalam
penggunaan media.
Hal
ini dibutuhkan sejumlah metode dan perangkat pengukuran yang andal, efisien dan
akurat secara lintas media untuk mengetahui perilaku konsumen saat ini. Untuk
menjawab tantangan tersebut, kata Guntur, GfK memperkenalkan Crossmedia Link
yang mampu mengukur perilaku konsumsi konsumen secara efektif melalui
penggunaan media berteknologi tinggi.
Indonesia
terpilih sebagai pasar pertama di Asia Pasifik untuk mengembangkan Crossmedia
Link karena termasuk negara yang memiliki pertumbuhan pasar tercepat di seluruh
dunia dari segi penetrasi dunia online, Internet, pendapatan iklan dan
e-commerce. Selain Indonesia, Crossmedia Link saat ini juga tersedia di Turki,
Rusia, Brazil, Jerman, Belanda, Polandia, Afrika Selatan , Inggris dan Italia.
Salah
satu indikasi bisa dilihat dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) yang menyebutkan bahwa penetrasi internet di Indonesia masih
rendah, sekitar 35% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252,4 juta
orang. Belum lagi potensi pasar smartphone yang diprediksi bisa mencapai 120
juta unit per tahun dimana saat ini baru 40 juta unit per tahun.
Diluncurkannya
GfK Crossmedia Link (GXL) ini untuk menjawab perkembangan teknologi yang
demikian pesat. “Dalam era digital seperti sekarang ini menjadi hal yang wajib
bagi para pemilik website untuk memahami perjalanan konsumen di dunia digital.
Tujuannya agar bisa menolong mereka dalam mengungguli para kompetitor,”
ujarnya.
GXL
ini menggunakan teknologi LeoTrace dengan single-source panel atau data satu
sumber lintas media terpercaya yang secara efektif memonitor perilaku konsumen
lewat berbagai layar termasuk desktop, smartphones dan tablets. Caranya dengan
membenamkan sebuah software milik Gfk ke dalam berbagai perangkat setiap panel
(smartphones, tablet, desktop dan laptop).
“Saat
ini telah dilakukan uji coba dimana ada sebuah panel berisi 6.000 orang
melintasi lima kota-kota utama di Indonesia tengah dibangun dan secara otomatis
memonitor penggunaan dan perilaku mereka lewat perangkat-perangkat ini. Selain
itu, penggunaan TV dan media cetak juga diukur secara periodik,” ujar William S
Kusuma, GXL Indonesia Commercial Lead, Consumer Choices, GfK Indonesia.
Dengan
kemampuan GXL yang bisa diandalkan ini akan mendukung pengukuran dan
perencanaan strategi media untuk perusahaan-perusahaan global ataupun lokal.
Para merk dan pengiklan bisa memasang target, memonitor dan mengevaluasi
kampanye iklan mereka dengan lebih baik lagi, menggunakan cara profiling yang
lebih jitu dan tepat sasaran serta mampu mengevaluasi keefektifan kampanye
lewat berbagai media yang berbeda.
Di
Indonesia, Croosmedia Link dilakukan berdasarkan pada monitor digital secara
pasif dikombinasikan dengan diary inputs untuk TV, radio dan media cetak. “Set
data kami yang unik memungkinkan para klien untuk memahami kompleksitas
perilaku media saat ini dan menciptakan hubungan diantara segmentasi data yang
dimiliki mereka hari ini,” pungkas William
Menurut penulis, kasus yang penulis angkat ini
sangat berhubungan sekali dengan Teori Uses And Gratification, dimana teori itu
menjelaskan bahwa seseorang secara aktif mencari media tertentu dan muatan
(isi) tertentu untuk menghasilkan kepuasan atau hasil tertentu. Awal penelitian
teori ini sudah dimulai sejak tahun 1940 an, lalu selanjutnya pada tahun 1948
Lasswell menyampaikan empat interprestasi fungsional dari media di tingkat
macrosociological. Media mencakup fungsi pengawasan, kolerasi, hiburan, dan
transmisi budaya bagi masyarakat dan individu, lebih lanjut dalam tahapan awal
Herta Hezog (1944) dia berusaha membagi alasan-alasan orang melakukan
bentuk-bentuk yang berbeda mengenai perilaku media. Selain itu Teori Uses And
Gratification adalah sebagai perluasan dari teori kebutuhan dan motivasi
(Maslow, 1970), dalam teori kebutuhan dan motivasi Abraham Maslow menyatakan
bahwa orang secara aktif berusaha untuk memenuhi hirearki kebutuhannya.
Memang kita sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas
dari yang namanya teknologi, kita perlu teknologi untuk mendapat informasi yang
ada dimanapun dan kapanpun dengan melalui media handphone kita sendiri. Sebenarnya
penggunaan handphone merupakan hal yang baik atau wajar tetapi jika
menggunakannya dengan berlebihan atau tidak wajar itu akan membuat kita menjadi
kecanduan atau tidak bisa lepas dari
handphone itu sendiri. Alangkah baiknya jika kita menggunakan handphone dengan
bijak dan tidak menggunakannya dengan cara yang berlebihan.
Kita tahu sendiri bahwa didunia ini perkembangan teknologi sangat pesat sekali, dan bahkan semua informasi yang ada di internet dapat kita peroleh melalui Handphone kita sendiri tentunya. Memang tidak bisa dipungkiri kalau di zaman yang sudah berkembang dan maju seperti sekarang ini, kebanyakan dari kita punya yang namanya telepon genggam atau yang biasa disebut juga dengan Handphone. Dari anak anak kecil sampai orang dewasa pun memiliki handphone, Keberadaan handphone memang sangat dibutuhkan sekali bagi semua orang yang hidup di zaman yang sudah berkembang ini. Terlebih bagi orang-orang yang sibuk atau bekerja, pasti keberadaan handphone sangat berguna sekali bagi mereka. Karena dengan adanya handphone mereka dapat berkomunikasi dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun.
Handphone juga dapat membantu kita berkomunikasi dengan keluarga, kerabat, atau teman kita yang letaknya jauh dari kita. Sehingga kita dapat berkomunikasi langsung dengan mereka melalui handphone, tapi tahukah bahwa dengan munculnya handphone membuat manusia bergantung sekali dengan benda satu ini? kemanapun kita pergi pasti kita membawa handphone, dimanapun kita berada pasti kita tidak pernah lepas dari yang namanya handphone. Padahal dulu sebelum ada handphone kita merasa biasa aja, tapi sekarang? Kalau kita tidak bawa handphone rasa nya pasti cemas, gelisah, bahkan dengan kita tidak membawa handphone atau lupa membawa handphone terkadang kita merasa stress dan bingung mau melakukan apa.
Kita harus berhati-hati jika kita sudah merasakan hal-hal seperti itu, karena itu merupakan tanda-tanda nomophobia. Biasa orang-orang nomophobia menggunakan handphone ditempat dan waktu yang tidak biasa, seperti di toilet, di saat menyetir mobil atau pun motor. Orang-orang nomophobia tersebut tidak akan berhenti menggunakan handphone nya kecuali baterai handphone nya itu habis, dan dengan tidak sengaja pula hal itu dapat membuat mereka kurang bersosialisasi dengan orang disekitar mereka.
No comments:
Post a Comment